MEMILIH YANG TEPAT DIPERLUKAN SIKAP YANG BENAR
Dalam perekrutan pekerja kita sering memilih hanya yang terpintar dari para pelamar. Itu bisa dilihat dimana kita sering memilih nilai angka di ijasahnya. Meskipun dalam tes sebenarnya kita juga bisa menerapkan tes berupa tes kecakapan alias praktek, selain penggalian data si pelamar. Apalagi bila si pelamar minta gaji dibawah anggaran yang seharusnya. Biasanya langsung disambar begitu saja si pelamar itu.
Dalam bekerja tentu lain dengan bersekolah/kuliah karena dalam bekerja bukan hanya menghapal teori yang diperlukan tapi keberanian melakukan eksekusi.
Saya pernah ketemu seorang teman gadis SMA Saya lulusan dari Kedokteran yang masih bingung mau kerja apa, padahal pilihannya bagus-bagus. Di sisi lain saya juga ketemu seorang gadis yg juga teman SMA lulusan Kedokteran, yang sudah punya konsep kerja membuka praktek yang berhubungan dengan skincare, perawatan wajah dan kulit. Dia jeli melihat peluang. Jadi bukan hanya dokter umum biasa. Dan pilihanya itu tepat. Setiap jam kerja praktek pagi dan malam saya lihat ada puluhan gadis yang mengantri jadi pasien.
Perbedaan kedua dokter muda tadi jelas, yang satu berani melaksanakan eksekusi pilihan, sedang yang satu masih bingung dengan pilihannya. Padahal kalau dilihat dari kepintaran keduanya sama. Dari segi analisa yang kelihatan lain, yang satu taktis yang satu masih blunder. Bagi seorang dokter keberanian menentukan eksekusi kelak bisa berujung sebagai dokter yang bertangan dingin.
Di sisi lain, bila ketika kita memasang jago main sepak bola misalnya, belum tentu dia cocok ditaruh di depan. Tergantung skill permainan para teman yang lainnya. Barangkali dia cocoknya malah dipasang ditengah. Atau karena alasan situasi dan kondisi tertentu dia malah bisa diturunkan di bangku cadangan.
Seorang pemain sepakbola sehebat apapun tidak bisa main sendirian, dia sangat bergantung pada kemampuan timnya. Ketika timnya bermain jelek jelek, diapun terpengaruh jadi jelek. Begitu sebaliknya. Intinya, perlu dukungan tim. Dan itu bisa signifikan hasilnya. Mencermati evaluasi perlu ada pendapat dari beberapa pihak, agar tidak subyektif. Walaupun yang dikerjakan adalah program pribadi.
Mengacu pada tulisan Michael Adryanto dimana formula kinerja P = f (A, M, E) atau K = (3 k), bisa disimpulkan bahwa penyebab utama naik turunnya produktivitas seseorang pada umumnya adalah lingkungan kerjanya. Kapabilitas memang penting, dan biasanya kapabilitas ini lebih mudah diajarkan atau dikembangkan oleh lingkungan sosial sekitar. Kemauan juga penting, bahkan kemauan intrinsik bisa distimulasi melalui penciptaan lingkungan eksternal yang mendukung. Dengan begitu dapat ditarik pengertian bahwa lingkungan kerja atau kultur organisasilah yang paling berpengaruh terhadap kinerja seseorang.
Berharap mendapat kandidat yang memiliki kapabilitas yang tinggi tentu merupakan hal yang wajar. Tidak ada organisasi atau perusahaan yang ingin punya karyawan yang kinerjanya biasa-biasa saja. Tapi merekrut yang sekedar hanya yang terbaik saja tidak akan cukup. Yang dibutuhkan adalah yang bisa beradaptasi dengan nilai-nilai di tempat kita.
Oleh karena itu kita cari: Pertama, yang tertarik dengan daya pikat dan daya beli organisasi kita, termasuk penawaran yang kita ajukan. Kedua, yang kualifikasinya yang sesuai dengan kataristik kultur organisasi kita. Ketiga, yang mudah kita latih dan kembangkan untuk mencapai prestasi sesuai kemampuan kita.
Sekali lagi, carilah karyawan, bukan (hanya) yang terbaik, tapi yang tepat.
Kesalahan mungkin masih bisa ditolerir, tapi untuk suatu kebodohan tidak.
Editor : Apdon Tanesib
Sumber data: Tips & Tricks Managing Talents by Michael Adryanto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan benar π✍️